Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,
nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala
kesabaran dan pengajaran. (2 Timotius 4:2)
Sepulangnya semua rasul ke Sorga, maka tanggung jawab pemberitaan
Injil serta pemeliharaan jemaat selanjutnya berada di tangan murid-murid
para Rasul. Timotius adalah salah satu kader yang dipersiapkan oleh
Rasul Paulus. Menurut sejarah, Timotius sedang menggembalakan jemaat di
Efesus ketika menerima surat dari Paulus, yang diperkirakan ditulis dari
pemenjaraannya di Roma.
Ajaran sesat yang muncul pada saat itu belum banyak. Di antaranya
yang terdeteksi adalah Gnostik yang mengajarkan Christology sesat dan
Ebionit, yaitu Gereja Advent Kuno yang menggabungkan kekristenan dengan
yudaisme. Jadi, selain melawan para filsuf Yunani dengan segala filosofi
keduniawian mereka, Timotius berhadapan dengan kekristenan yang
menyimpang dari ajaran Rasul-rasul.
Timotius pasti ingat ketika Rasul Paulus menyuruhnya disunat karena
memiliki ibu Yahudi dan ayah Yunani, bahwa itu sama sekali bukan untuk
masuk Sorga melainkan supaya ia bisa ikut masuk mengajar di
sinagoge-sinagoge. Timotius ketika menerima surat kedua dari Paulus,
adalah seorang murid yang telah matang baik secara doktrinal maupun
secara mental.
Bagi Timotius, untuk berhadapan dengan para penyesat dari luar, yaitu
filsuf-filsuf dan pengajar berbagai agama, itu sama sekali tidak sulit.
Yang lebih sulit ialah pengajar sesat yang dari dalam. Diskusi theologi
di antara teman, bahkan di antara sesama murid Rasul bisa sangat
mengganggu tidurnya.
Sebagai seorang murid yang dikasihi dan dipersiapkan oleh Rasul
Paulus, ia sudah pasti sangat menghargai gurunya. Surat yang diterimanya
pasti dibaca bukan hanya sekali saja melainkan dibaca berkali-kali.
Bahkan mungkin surat sependek itu sudah dihafalnya.
Bagian menjaga diri bersih, jangan membiarkan diri dianggap muda,
semua itu tidak terlalu sulit. Yang paling sulit tentu adalah
“menyatakan apa yang salah”. Semua orang akan lebih nyaman “berdiam
terhadap apa yang salah” daripada “menyatakan apa yang salah”.
“Menyatakan apa yang salah” mewajibkan orang untuk mengerti apa yang
benar. Tanpa mengerti apa yang benar engkau tidak mungkin menyatakan apa
yang salah. Berarti Timotius harus belajar dengan tekun dan ia harus
mengingat semua argumentasi yang pernah didengarnya dari sang guru,
Rasul Paulus. Timotius harus rajin membaca kita PL, dan ia harus membuka
catatan tentang penafsiran yang benar yang pernah ia dapatkan dari
gurunya, Rasul Paulus.
Dan bagian yang paling sulit ialah bahwa jika ia menyatakan apa yang
salah, ia akan kehilangan banyak teman. Ia akan dikecam oleh kawan
maupun lawan yang merasa tersinggung. Orang-orang tidak gampang menerima
jika dinyatakan salah, terutama ketika kesalahan telah lama dan
mendarah daging.
Kalau boleh memilih, Timotius akan memilih berdiam diri dan hanya
menyatakan apa yang benar, bukan menyatakan apa yang salah. Dengan hanya
menyatakan apa yang benar ia akan menjadi sahabat banyak orang dan akan
dihormati oleh banyak orang. Banyak kali Timotius tergoda hanya untuk
menyatakan yang benar. Di dalam hatinya Timotius bertengkar dengan
dirinya, “dengan menyatakan yang benar, maka otomatis orang yang salah
akan mengerti dan disadarkan”. Tetapi kemudian hati kecilnya berkata,
“itu hanya berlaku bagi orang yang sangat peka dan sangat cinta
kebenaran. Tetapi bagi sebagian orang , diperlukan ketegasan untuk
menyatakan yang salah. Terutama anggota jemaat dan orang-orang percaya
yang masih bayi, memerlukan ketegasan sikap.”
Sambil Timotius berpikir keras dengan suara hati yang saling
berargumentasi dalam dirinya, Roh Kudus mengingatkannya, “Timotius,
patuhlah. Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara
kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik,
terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang
telah kau ikuti selama ini”. Ya, ini juga nasehat gurunya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.