Sungguh merupakan kesulitan yang hebat ketika
seseorang ingin mengevaluasi diri sendiri karena selain menyangkut metodologi
dan alat-alat evaluasi, juga menyangkut kejujuran.
Justru kebanyakan orang
gagal mengevaluasi diri secara akurat karena mengabaikan faktor kejujuran
sebagai salah satu variabel utama dalam formula evaluasi.
Untuk Apa Evaluasi?
Dalam dunia bisnis, evaluasi merupakan bagian tak
terpisahkan dari sistem manajemen modern. Setiap unit bisnis, baik skala kecil
maupun besar, pasti melakukan evaluasi terhadap unit-unit dalam organisasi
untuk melihat apakah semua sistem berjalan dengan baik atau telah terjadi
penyimpangan. Dalam suatu organisasi, evaluasi juga berfungsi sebagai instrumen
ukur untuk menentukan besar kecilnya upah yang harus dibayarkan kepada seorang
karyawan.
Dengan melakukan evaluasi secara berkala dan
menggunakan metode ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, maka setiap
penyimpangan atau kekeliruan manajemen dalam mengelola organisasi dapat dideteksi
secara dini sehingga segera dapat dilakukan perbaikannya sebelum merambat ke
mana-mana dan mengganggu unit kerja yang lain. Demikian halnya, hasil evaluasi
yang baik dapat digunakan sebagai landasan dalam menetapkan strategi organisasi
guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas, baik organisasi yang berorientasi
pada laba (profit) maupun organisasi nirlaba (nonprofit) sehingga meningkatkan
produktivitas kerja.
Dalam penyelenggaraan kehidupan modern, kata
evaluasi sudah merupakan terminologi yang umum digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Setiap orang seharusnya mau dan berani mengevaluasi seluruh
aktivitas hidupnya, katakanlah dalam kurun waktu tertentu, entah satu tahun
sekali, dua tahun sekali, dan seterusnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui kegiatan
apa saja yang dilakukan dalam kurun waktu tersebut, dan apa kerugian dan
keuntungan yang diperoleh dari semua kegiatan yang diikuti.
Sebenarnya, tidak terlalu penting apakah
seseorang menggunakan metodologi ilmiah atau tidak ketika melakukan evaluasi
diri, itu bukanlah soal utama. Inti utama ketika melakukan evaluasi diri adalah
kejujuran. Artinya, sejauh mana seseorang mau mengungkapkan secara jujur semua
aktivitasnya dan selanjutnya mau mengakui kekurangan dan kelebihannya, serta
mau berubah atau memperbaiki diri untuk perjalanan hidup selanjutnya.
Kendala Evaluasi
Kendala terbesar yang menjadi hambatan utama
ketika seseorang melakukan evaluasi diri adalah adanya keakuan yang besar,
kesombongan diri, kemapanan, kemunafikan, keengganan untuk mengalami perubahan,
dan tentu saja kejujuran dalam mengungkapkan data dan fakta yang sebenarnya.
Kejujuran terhadap pengungkapan diri sendiri memang memerlukan kerendahan hati
dan sikap mau menerima perubahan.
Dalam kenyataan hidup sehari-hari, ternyata banyak
orang yang tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, selain menjalani hidup
sesuai dengan perputaran waktu. Sebagai contoh, seorang mahasiswa perguruan
tinggi seharusnya sejak awal sudah menetapkan taktik dan strategi dalam
menghadapi dan menyiasati teknik belajar di universitas. Selanjutnya, taktik
dan strategi ini dievaluasi setiap semester untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangannya, serta menetapkan strategi untuk menghadapi semester berikutnya.
Demikian halnya dalam setiap rumah tangga
haruslah berani melakukan evaluasi setiap akhir tahun guna menetapkan langkah
yang mesti ditempuh untuk menghadapi tahun yang baru. Sayang, kebanyakan rumah
tangga tidak mempunyai perencanaan untuk menjalani hidup selain rutinitas
sehari-hari yang berjalan sesuai keadaan. Itulah sebabnya, kebanyakan rumah
tangga oleng ketika menghadapi perubahan keadaan yang ekstrem.
Manfaat Evaluasi
Melakukan evaluasi diri memungkinkan seseorang
memasukkan unsur-unsur darurat untuk mengantisipasi perubahan yang radikal
seandainya keadaan tiba-tiba berubah ke arah yang tidak menguntungkan, misalnya
gempa bumi, perubahan politik, krisis ekonomi, perubahan karier yang tidak
diharapkan atau sakit penyakit, bahkan hal-hal yang bersifat umum dan tidak
mungkin dihindarkan seperti menghadapi perubahan emosional karena usia, dan
seterusnya.
Di dalam Alkitab Perjanjian Lama terdapat
evaluasi diri Nabi Yesaya yang patut dijadikan teladan dalam menyatakan
kejujuran. Hasil evaluasi dirinya ternyata sangat mengagetkan karena dengan
jujur dan berani, Nabi Yesaya berkata, "Celakalah aku! Aku binasa! Sebab
aku ini seorang yang najis bibir," (Yesaya 6:5) sebelum memutuskan,
"Ini aku, utuslah aku" kepada Tuhan Allah (Yesaya 6:8).
Demikian juga Yohanes Pembaptis telah melakukan
evaluasi diri dengan ketulusan seekor merpati. Dengan tenang, ia melayani semua
pertanyaan orang-orang Yahudi yang mempertanyakan identitasnya. Dengan jujur,
ia mengatakan siapa dirinya dan apa tugasnya (Yohanes 1:23). Ketika orang-orang
Yahudi membandingkan dirinya dengan Yesus, ia berkata, "... Membuka tali
kasut-Nyapun aku tidak layak." (Yohanes 1:27) Bahkan, ketika ia mulai
ditinggalkan dan orang-orang beralih kepada Yesus, ia berkata, "Ia harus
makin besar, tetapi aku harus makin kecil" (Yohanes 3:30).
Betapa sering seseorang memutuskan untuk melayani
Tuhan sebelum mereka mengevaluasi diri dan menyerahkan diri untuk dipimpin
Tuhan sehingga berani berkata, "Celakalah aku! Aku binasa!" Dalam
perenungannya, Ayub mengevaluasi diri dan hasilnya sungguh mencengangkan: "Hanya
dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku
sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan
menyesal aku duduk dalam debu dan abu." (Ayub 42:5-6)
Dengan demikian, evaluasi sungguh sangat penting
diterapkan dalam semua aspek kehidupan, baik menyangkut kehidupan bisnis,
kehidupan sehari-hari, maupun dalam kehidupan pelayanan. Sebaik apa pun sebuah
perencanaan dicanangkan, jika tidak disertai dengan evaluasi, kemungkinan besar
akan melenceng ke sasaran yang salah. Dan, evaluasi adalah kendali yang bisa
memulihkannya kembali ke posisi semula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.