Jumat, 10 April 2015

Masa depan cerah atau suram

Yesaya 48: 16-19
Firman Tuhan lewat Nabi Yesaya, dikatakan “Dan sekarang, Tuhan Allah mengutus Aku dengan RohNya” (ay 16) untuk menyampaikan kembali pesan Tuhan kepada umatNya yang dikasihiNya agar mereka memiliki masa depan cerah. Dikatakan: “Dari dahulu tidak pernah Aku berkata dengan sembunyi” (ay 16) - Ia senantiasa menyatakan kehendakNya tetapi kita (manusia) yang tidak mau mendengarkanNya. Nabi Yesaya berkata “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri” (Yes 53: 6). Apa yang perlu kita lakukan agar kita mampu memiliki masa depan cerah bukan yang suram?

1. Mau menerima ajaranNya.

“Akulah Tuhan, Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah” (ay 17). Dinyatakan Tuhan sendiri yang mengajarkan dari sebab itu pengajaran yang harus kita terima adalah pengajaran yang sesuai dengan FirmanNya. Tuhan Yesus menyatakan “FirmanMu adalah kebenaran” (Yoh 17:17) – hanya Firman yang benar sedangkan pengajaran-pengajaran yang lain dari dunia ini harus diteliti apakah sesuai dengan Firman Tuhan. Dari manakah asal pengajaran dunia? Sumbernya dari Tuhan karena Tuhan ada sebelum manusia ada, hanya kemudian manusia mengubahnya menurut pemikiran dan pengalamannya sendiri yang mungkin bisa salah. Dinyatakan firman ini memberikan faedah, apa faedahnya? Rasul Paulus berkata “bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Tim 3:16). Tegasnya Firman ini berguna untuk membawa kita hidup benar sesuai dengan kehendakNya sehingga perbuatan kita benar dan berkenan dihadapan Tuhan. Perhatikan juga ayat sebelumnya, “Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan….” (2 Tim 3:15). Perhatikan Salomo yang berhikmat (baca 2 Taw 9: 22-24).

2. Mau menerima bimbinganNya.

“Akulah Tuhan Allahmu, … yang menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh” (ay 17). Sekali lagi dinyatakan Tuhan sendiri yang menuntun! Kita tidak hanya sekedar diajar dengan FirmanNya tetapi juga dituntun dan dibimbing oleh Tuhan. Pemazmur menyatakan “dan oleh karena namaMu Engkau akan menuntun dan membimbing aku” (Maz 31;4). Pengalaman Daud, ia berkata “Tuhan adalah gembalaku … Ia membimbing aku ke air yang tenang … Ia menuntun aku di jalan yang benar…” (Maz 23: 1-3). Dua kata yaitu “menuntun” dan “membimbing” menyatakan bahwa Tuhan itu sabar dan sangat berminat agar kita mencapai tujuan hidup dengan sebaik-baiknya. Itulah Tuhan yang telah berjanji “Aku akan menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat 28:20) dan di dalam penyertaanNya, “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan….” (Rom 8:28). Amanat yang diberikan oleh gereja, “ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:20) – bukan hanya mengajar tetapi membimbing mereka agar dapat melakukan juga, apa yang diajarkan. Betapa banyaknya orang yang menolak bimbingan! (Baca Yes 53:6 dan Ams 16:9).

3. Mau mentaati perintahNya.

“Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintahKu maka damai sejahteramu …. dan kebahagiaanmu … maka keturunanmu …. tidak akan dilenyapkan atau ditiadakan dari hadapanKu” (ay 18). Perkataan “memperhatikan perintah” (KH: mentaati hukum-hukumKu) adalah tuntutan Tuhan agar kita menerima janji-janjiNya. Penulis Ibrani berkata “sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu akan memperoleh apa yang dijanjikan itu” (Ib 10:36). Hanya orang yang mau mentaati FirmanNya secara utuh yang akan menikmati berkatNya secara utuh. Jadi yang setengah akan juga menikmati setengahnya! JanjiNya dinyatakan “damai sejahteramu”; “kebahagiaanmu” dan “keturunanmu” akan ada dalam berkatNya. Perhatikan kata “tidak pernah kering”; “tidak pernah berhenti” dan “tidak akan dilenyapkan atau ditiadakan”, selamanya dan senantiasa ada. Ini adalah berkat yang dijanjikan Tuhan, masa kini dan masa depan, untuk dinikmati generasi saat ini dan juga generasi yang akan datang, kita dan keluarga kita.

Senin, 06 April 2015

Belajar Menjadi Manusia

Mazmur 139:13 – 17
Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.
Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.
Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya. Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!

Menjadi Manusia  Itu Tidak Gampang.
Menjadi manusia memang bukan keinginan setiap orang.  Sebab seseorang tidak pernah bermimpi menjadi manusia. Tahu-tahu ia sudah dilahirkan dan kemudian bertumbuh dewasa. Bagaimana manusia belajar menjadi manusia tidaklah mudah.
Terlalu banyak nasihat dan ajaran yang berlatar belakang budaya dan agama memberi masukan untuk maksud tersebut.
Malah di sisi lain ada nasihat agar tidak mencari petunjuk dari luar diri tetapi bertanya pada diri sendiri. Namun, rasa-rasanya sangat aneh menanyakan bagaimana cara memakai radio dengan bertanya pada radio itu sendiri. Setidaknya kita harus bertanya pada siapa yang membuat radio tersebut. Persoalan justru bertambah rumit ketika hampir setiap orang memiliki asumsi yang berbeda tentang siapa yang menciptakan mereka. Malah tidak sedikit yang akhirnya berperang karena perbedaan-perbedaan tersebut.

Untuk bersikap obyektif rasa-rasanya tidaklah mungkin. Sebab keyakinan di dalam diri tidak pernah bersifat obyektif, begitu kata seorang pakar. Sehingga lagi-lagi kita akan kembali kepada keyakinan pribadi tetapi tidak menyerahkannya pada jawaban pribadi. Kita setuju dengan asumsi bahwa kita bertanya kenapa kita ada dan kenapa kita diciptakan bukan kepada diri sendiri tetapi kepada siapa yang menciptakan kita.
Dalam keyakinan saya, saya percaya bahwa belajar bagaimana menjadi manusia harus saya tanyakan kepada Sang Pencipta. Dan saya membaca Kitab Suci sebagai petunjuk-Nya untuk menjadi manusia bukan seperti yang saya inginkan tetapi yang seperti Pencipta saya inginkan.

Yang kemudian terlontar adalah bagaimana mungkin saya menjadi pribadi bukan seperti yang saya inginkan? Bukankah sulit menjadi pribadi seperti yang orang lain inginkan? Rupa-rupanya pertanyaan itu diajukan tanpa memahami bahwa Sang Pencipta bukan manusia yang tidak tahu apa-apa. Ketika Ia menciptakan saya dan anda, Ia sangat tahu bahwa menjadi seperti yang Ia inginkan adalah merupakan pencapaian kehidupan manusia yang sejati. Namun tidak sedikit pencapaian itu dikacaukan dengan nafsu, ambisi, kelemahan, dan keterbatasan manusia.

Pertanyaan mendasar bagi kita sekarang adalah apakah dapat disebut bahwa kita telah menjadi manusia karena kita mengikuti petunjuk-Nya dan kita tidak dapat disebut sebagai manusia saat kita menolak petunjuk-Nya?

Apakah karena kita berwujud dan memiliki eksistensi maka otomatis kita disebut manusia? Apakah karena kita diakui keberadaannya oleh sesama atau memiliki relasi dengan sesama maka kita dapat diakui sebagai manusia? Menjadi manusia itu persoalan filosofis religius atau eksistensial?

Saya berpikir maka saya ada - Cogito ergo sum?
Lalu bagaimana menjadi manusia yang seharusnya dan yang sebenarnya?

Minggu, 05 April 2015

Bahasa Yang Tepat

Amsal 25:11
“Perkataan yang tepat waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.”
Pendahuluan :
Selalu mengatakan hal yang benar pada saat yang tepat adalah sesuatu yang sulit. Tetapi ini tentu sangatlah bermanfaat. Kita tidak selalu memiliki bahasa yang tepat, dan tidak selalu membagi setiap bahasa kita dengan tepat. (Yakobus 3:1-12)
Alkitab mengatakan kepada kita bahwa  berbicara pada saat yang tepat adalah sesuatu yang sangat berharga.  “Perkataan yang diucapkan tepat waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak” (Amsal 25:11).
Hal ini menunjukkan bahwa TUHAN ingin mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya kita berbicara. Dan berbicara pada saat yang tepat adalah suatu hal yang sangat berharga dan baik di mata TUHAN. Bahkan, suatu hal yang lebih sulit lagi dilakukan  adalah tetap berdiam pada saat kita dipancing untuk berbicara.
Sangat sukar bagi kita untuk tetap diam ketika kita dipersalahkan atau menghadapi suatu keadaan yang menurut pandangan kita adalah sesuatu yang bukan menjadi tanggung jawab kita. Kita sering tergoda untuk mengatakan sesuatu dengan berulang-ulang sebagai pembelaan kita, karena kita merasa bisa dibenarkan lewat perkataan-perkataan yang membela diri itu.
Dalam pertentangan yang panas atau perselisihan yang penuh emosi, bahasa kita dapat mengatakan hal yang salah dan buruk hingga pada akhirnya kita menyesalinya kemudian. Dan yang menjadi sangat sulit bagi kita untuk menempatkan alat yang menjadi penyaring pada bibir kita, ketika kita hendak berbicara. Karena jauh lebih mudah untuk langsung mengatakan hal-hal yang lebih dahulu datang ke pikiran kita daripada terlebih dahulu mempertimbangkannya masak-masak.
Marilah kita selalu menjaga setiap bahasa perkataan kita, supaya setiap perkataan kita dapat menjadi berkat bagi orang-orang lain di sekitar kita.
Melalui perkataanku Apakah aku sudah ’dewasa’ ?

Ada pepatah dari salah satu suku di negara kita, "Aji ning diri ana ing lati" artinya: kepribadian atau kedewasaan seseorang bisa dilihat dari 'lidahnya' atau perkataannya.
Tuhan mempunyai kerinduan bahwa setiap umat-Nya agar tidak hanya menjadi bayi rohani namun supaya dapat bertumbuh sampai menuju kedewasaan . Dan salah satu tanda bahwa seseorang bertumbuh menjadi dewasa yaitu mempunyai kemampuan untuk mengatur perkataannya. Memang hal ini tidak mudah karena lidah walaupun sangat kecil namun sulit ditaklukkan. Namun demikian Tuhan mempunyai harapan kalau kita bertumbuh maka kita akan mampu menguasai perkataan kita.
Ciri orang dewasa dalam perkataan :
1. Berbicara Dalam Waktu Yang Tepat,
Kalau kita adalah orang yang sudah dewasa dalam perkataan maka kita akan tahu kapan waktunya untuk berbicara tentunya dalam waktu yang tepat. Amsal 25:11. Mengatakan Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak. Sehingga, orang yang mengucapkan perkataan yang tepat itu diibaratkan seperti apel emas di pinggan perak dalam arti sangat luar biasa. Seringkali perkataan yang kita ucapkan itu ditafsirkan salah, karena sebenarnya hanya waktunya yang tidak tepat. Sehingga dengan demikian hasilnya akan buruk. Misalnya seorang istri yang berbicara pada suami dalam waktu yang tidak tepat sehingga akan tidak maksimal. Sebab itu setiap kita harus dapat menahan emosi sehingga hasilnya akan tepat dan menghasilkan sesuatu yang maksimal.
2. Berbicara Dengan Isi Yang Bermanfaat (Yesaya 50:4)
Kalau kita sungguh dewasa maka dalam setiap perkataan yang keluar itu akan dapat membawa keuntungan serta manfaat bagi orang lain. Ketika kita mendengar firman maka disana telinga kita akan terlatih. Selain itu kita harus memperhatikan perkataan kita sehingga mereka yang mengalami masalah akan dikuatkan oleh perkataan kita.
3. Berbicara Dengan Cara Yang Tepat,
Seringkali orang tidak dapat menerima perkataan kita karena cara kita berbicara kurang sopan dan tidak berkenan. Amsal 15:1 mengatakan bahwa . Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah. Yang dimaksud kata-kata yang lemah lebut adalah cara bagaimana kita berbicara dan menjawab orang lain. Karena itu orang yang dewasa perkataannya tidak hanya isinya yang bermanfaat tetapi cara bicaranya lemah lembut dan baik.
4. Berbicara dengan tepat dan dapat dipercaya Yakobus 5:12
Disana dikatakan bahwa jika kita berbicara harus mengatakan ya jika ya dan mengatakan tidak jika tidak supaya kita jangan kena hukuman, selain itu kita tidak boleh bersumpah. Lalu mengapa orang sampai bersumpah? karena perkataannya tidak dapat dipercaya sehingga ia meyakinkan lawan bicaranya dengan sumpah. Karena itu perkataan kita harus dapat dipegang dan dipercaya oleh orang lain
Ketika kita dapat melakukan ke 4 (empat) hal diatas maka dampak yang kita alami adalah:
  • Kita akan memiliki hubungan yang baik dan menguntungkan, Amsal 22:11 dikatakan bahwa orang yang mencintai kesucian hati dan yang manis bicaranya menjadi sahabat Raja . Menurut survey kesuksesan dalam hidup ini 70 % ditentukan oleh hubungan. Sehingga dalam hal apapun kita harus dapat membangun hubungan yang baik sehingga mengubah dan menguntungkan kita.
  • Memiliki integritas (Yakobus 5:12), Karena perkataan kita baik dan benar, maka kita akan membangun image yang benar. Dimana apa yang kita katakan itu benar dan sesuai, termasuk saat kita berdagang biarlah kita juga selalu memiliki integritas
  • Merubah keadaan yang buruk menjadi baik. Di dalam setiap perkataan yang diucapkan ada kuasanya. Amsal 12:25 mengatakan bahwa kekuatiran dalam hati membungkukkan orang tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia Maksudnya orang yang perkataannya baik walaupun kondisinya kurang baik maka perkataannya mempunyai kuasa untuk merubah keadaannya.
Manusia diciptakan Tuhan serupa dan segambar dengan Allah dan salah satunya adalah dalam perkataan. Allah mempunyai perkataan yang berkuasa untuk mencipta. Allah menciptakan langit bumi dan segala isinya hanya dengan berfirman. Sekalipun tidak sedahsyat dengan Allah namun tetap ada kuasa dalam perkataan.
Kesaksian :
Ada seorang hamba Tuhan yang saat bertemu dengan saya selalu mengucapkan perkataan negatif sampai akhirnya keadaannya seperti yang ia katakan. Karena itu jangan pernah mengutuki keadaan kita, ucapkan perkataan iman, ucapkan selalu firman Tuhan. Maka keadaan buruk akan menjadi baik. Imanuel ...

Selasa, 31 Maret 2015

Ungkapan Hati Se-punya-mu

Kisah Para Rasul 3:1-10

Tetapi Petrus berkata: “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, bangkit dan berjalanlah!” (Kisah Para Rasul 3:6)

Bacaan Alkitab Setahun:
Ezra 4-6; Mazmur 137

Kisah Para Rasul merupakan kitab yang menunjukkan bahwa sejarah gereja mula-mula benar-benar terjadi tepat seperti yang Yesus firmankan sebelum Dia terangkat ke sorga: “Kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, ... sampai ke ujung dunia” (Kis. 1:8). Jadi, semua tindakan para rasul dan jemaat waktu itu adalah dalam rangka menjadi saksi Kristus, baik melalui tindakan mujizat maupun tindakan yang tampaknya biasa-biasa saja. Seperti tindakan Rasul Petrus.

Rasul Petrus pasti tidak berbohong ketika ia mengaku tidak membawa uang, dan jelas bahwa uang bukan satu-satunya kebutuhan pengemis lumpuh itu. Yang luar biasa dalam kisah ini bukanlah pada fakta bahwa Petrus memiliki karunia mukjizat, melainkan pada fakta bahwa Petrus memberikan apa yang ia miliki pada saat itu untuk menjamah hidup orang lumpuh tersebut. Tuhan memakai sentuhan Petrus yang disertai iman untuk mendemonstrasikan kuasa-Nya. Orang banyak heran dan takjub (ayat 8-11), dan kesempatan proklamasi Injil pun terbuka lebar (ayat 12-26).

Setiap hari kita berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki beragam kebutuhan. Sebagai anak-anak Tuhan, apa yang dapat kita lakukan? Mari memohon hikmat dan kreativitas untuk membagikan apa yang kita punyai sesuai kebutuhan spesifik orang-orang yang kita jumpai. Apapun perbuatan atau pemberian kita (uang, nasi bungkus, baju layak pakai, pembezukan, mobil jemputan, telinga yang mendengar, kata-kata yang menghibur, sentuhan kasih, keterampilan medis, dll.), ketika dilakukan demi dan bagi Kristus, dapat dipakai Tuhan untuk membawa banyak orang takjub akan Dia dan membuka hati untuk mendengarkan Kabar Baik-Nya.—

TUHAN TIDAK MEMINTA YANG TIDAK KITA PUNYA. SUDAHKAH KITA
MEMBERIKAN YANG KITA PUNYA UNTUK DIPAKAI OLEH-NYA?

Sabtu, 28 Maret 2015

Menjaga Damai Sejahteramu

Yesaya 26:3 
 
"Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya".

Adalah sangat mungkin kita akan kehilangan damai sejahtera karena 4 alasan :

1. Kita mencoba mengubah orang-orang dalam hidup kita.


Semakin anda bertambah bijak anda akan menyadari bahwa anda tidak bisa mengubah orang lain. Hanya Allah yang bisa! Dan Ia lakukan saat anda mundur dan mengasihi mereka apa adanya. Ini bukan berarti setuju dengan semua perbuatan mereka. Ini berarti berkomitmen mengasihi mereka bagaimana pun juga, mengklaim janji Allah untuk mereka dan mengizinkan Ia yang berurusan dengan mereka dengan jalan-Nya, waktu-Nya dan untuk kemuliaan-Nya.
Alasan Anda stress mungkin karena Anda terus mencoba berbuat sesuatu – sesuatu yang tidak bisa Anda lakukan!

2. Kita mencoba membuat sesuatu terjadi saat waktunya belum tepat. 

‘ Untuk segala sesuatu ada waktunya…’(Pengkotbah 3:1).
Jika anda sudah membesarkan anak-anak, Anda akan tahu bahwa salah satu karakteristik utama mereka adalah tidaksabaran; tidak bisa menunggu. Allah mau kita mengatasi sifat kekanak-kanakan kita. Karenanya Ia buat kita menunggu, percaya, dan dewasa.

3. Kita kecewa karena kita tidak mengalami kemajuan cukup pesat. 


Anda bisa memperlambat pertumbuhan rohani Anda dengan pengabaian, tapi pada akhirnya, ‘… Kita semua… diubah… [dengan] Roh’ (2 Korintus 3:18). Jadi belajarlah menikmati hidup anda sementara Allah mengerjakan masalah-masalah Anda supaya Anda selalu punya masalah-masalah!.

4. Kita menekan keras diri kita, dan makin keras. 


Seringkali kita melakukan apa yang kita kira Allah mau tanpa bertanya seperti apa yang Ia inginkan, kapan Ia mau, atau, bagaimana Ia mau itu dilakukan. Sebagai hasilnya kita kerapkali membuat diri kita lelah. Apa solusinya? ‘yang pikirannya tertuju pada-Mu Kau jagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya’.